Contoh Khotbah Shalat Jum'at
Alhamdullillahi nahmaduhu wa
nasta’inuhu wa nastaghfiruhu, wa na’udzu billahi min syuruuri anfusinaa wa min
sayyiati a’malinaa. Man yahdillahu fahuwal muhtadi wa man yudlil falan
tajidalahu waliyyan mursyidan. Asyhadu alaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna
Muhammadar Rosullullah.
Jemaah sidang Jum’at rohimakumullah,
Allah SWT berfirman sebagai berikut:
“Wahai umat yang beriman, bertaqwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnyaunutk
hari esok (Akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang sedang kamu kerjakan.
“Dan janganlah kamu seperti
orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada
diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (Al-Hasyr: 18-19)
Firman
Allah dalam surat Al-Hasyr, ayat 18 dan 19 di atas menjelaskan bahwa Allah SWT,
memerintahkan kepada umat Islam, agar
mempersiapkan diri untuk hari esok.
Seluruh
ulama tafsir, menafsirkan “Hari Esok” yang dimaksud disini ialah “Hari
Akhirat”. Kehidupan dunia yang bersifat fana (sementara) ini adalah merupakan
sarana untuk mempersiapkan “Hari Akhirat”. Di akhirat adalah tempat yang kekal
dan abadi, oleh karena itu umat manusia pada hari Akhirat tidak daya lagi untuk
berbuat sesuatu yang dapat menyelamatkan dirinya.
Rosullullah
Saw bersabda: “Apabila anak cucu Nabi
Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali ada tiga,
yaitu: Shadaqah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh yang selalu
mendo’akan orang tuanya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’l,dan Ahmad
Bin Hambal).
Kalau
anak manusia ini meninggal dunia, ia tidak bisa lagi beramal sudah terputus
amal kegiatannya. Namun ada tiga hal yang tidak terputus, walaupun dia sudah
meninggal dunia, diberikan pahalanya
oleh Allah SWT. Kepada orang yang sudah meninggal itu.
1. Shadaqah jariyah.
Dia
mengorbankan hartanya, yang diberikan Allah sebagai rezeki, yang juga sebagai
ujian baginya dalam pengendalian harta, dan penggunaannya harus disesuaikan
dengan tuntunan dan pemberi harta, yaitu Allah SWT.
Orang tersebut
bukan saja berhasil membuat suatu amal yang senantiasa mengalir dan berkembang
terus, tetapi diapun dianggap orang yang berhasil mengendalikan hawa nafsunya,
sehubungan dengan pengendalian harta yang merupakan ujain tersebut.
Satu hal yang
kadang sulit bagi kita yakni merelakan apa yang kita berikan kepada orang lain.
Padahal dengan tegas Allah berjanji akan memberikan rezeki kepada hamba-Nya,
dengan member balasan atas amal yang dikerjakan. Barang siapa yang
menshadaqahkan hartanya dengan diliputi rasa kekhawatiran akan menjadi fakir, maka seolah-olah ia tidak
membenarkan janji Allah dan Rasul-Nya.
Allah SWT
berfirman: “Katakanlah sesungguhnya
Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya antara
hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang
apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi
rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ : 39).
2. Ilmu yang bermanfaat
Sewaktu ia
masih hidup, selalu mengajarkan ilmu sehingga dapat dipergunakan oleh orang
lain, dan dapat memberikan manfaat terhadap agama,
bangsa, dan Negara.
Memang soal
ilmu ini, disamping mendapat pahala bagi mereka yang mengajarkannya, tetapi
juga warisan terus-menerus, semakin diajarkan kepada masyarakat lingkungannya,
akan semakin bertambah hikmah dan manfaatnya bagi mereka yang mengajarkannya.
Tetapi masalah
ilmu ini berbeda dengan harta, kalau
harta dibelanjakan maka harta itu terlihat berkurang dan bahkan akan berkurang.
Oleh karena itu Rosulullah sangat memesankan, bahwa kalau seseorang ingin juga
memberikan warisan kepada anak-anaknya, maka warisan ilmu itulah yang sangat
baik. Pemilikan harta dan pembagian harta warisan bisa terjadi perkelahian,
bahkan mungkin pembunuhan.
3. Anak shaleh yang selalu
mendo’akan kedua orang tuanya
Untuk mendapat
anak yang shaleh bukanlah perbuatan yang mudah. Karena anak tersebut harus
melalui proses pendidikan dalam pengertian yang umum, pengisian iman dan tauhid dalam arti yang khusus. Namun
bukan pula perbuatan yang mustahil untuk dilakukan.
Mendidik anak
agar menjadi anak yang shaleh salah satunya caranya dengan mendekatkan anak
dengan Al-Qur’an sejak dini. Gempuran acara-acara televisi jauh lebih besar.
Sehingga diperlukan variasi dari orang tua untuk mensosialisasikan Al-Qur’an secara
komprehensif. Membiasakan tilawah Al-Qur’an pada anak, membuat forum kecil
dalam keluarga untuk membahas kajian seputar Al-Qur’an secara rutin musalnya
seminggu sekali. Dan masih banyak hal lainnya yang bisa dilakukan agar
frekuensi anak dengan Al-Qur’an tidak
terputus.
Hal lainnya
yang bisa dilakukan dalam usaha mendidik anak agar shaleh antara lain mulai
membiasakan anak sejak dini dalam mengawali kegiatan rutinitas seperti makan,
masuk WC, mau tidur, setelah tidur, mau belajar dan aktifitas lainnya hendaklah
senantiasa diawali dengan do’a. sehingga lambat laun anak akan terbiasa dengan hal tersebut. Pada hakikatnya melalui
pembiasaan-pembiasaan yang baik sejak dini inilah akan berdampak besar pada
pembentukan akhlak terpuji bagi anak-anak.
Jemaah
sidang Jum’at rohimakumullah,
Kalau
diperhatikan hadist Rosulullah SAW, ini tampaknya ada satu hikmah yang bisa di
ambil di dalamnya, dan kalau sudah mendapatkan hikmahnya, Insya Allah kita akan
memperoleh amal yang terus-menerus diterima, walaupun sudah meninggal dunia,
yaitu apa yang dikenal dengan amal jariyah dalam bentuk “Lembaga Pendidikan”.
Apalagi kalau lembaga Pendidikan tersebut
bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu umum (duniawi), tapi diutamakan ilmu-ilmu yang
dapat membawa kepada keselamatan di akhirat kelak.
Jemaah
sidang Jum’at rohimakumullah,
Ada
satu hadit lagi yang disabdakan oleh Rosullullah SAW, yaitu:
“Setiap anak lahir dalam keadaan
suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anaknya yahudi atau nasrani,
atau majusi.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Malik dan Ahmad Bin Hambal).
Di
dalam hadist ini disebut tentang pembentukan pribadi seseorang dari pihak Bapak
dan Ibunya. Apakah anaknya tetap suci sebagai seorang muslim, atau menjadi yahudi, nasrani atau majusi.
Dengan
dua khadist dalam khotbah jum’at hari ini, marilah seluruh umat Islam
mempersiapkan diri untuk hari esok, dan hari esok bagi generasi muda setelah
generasi tua.
Marilah
para ulama dan pemimpin Islam memberikan dasar pendidikan agama kepada generasi
muda begitu pula pendidikan umum, unutk melestarikan Islam di Tanah Air ini.
Dengan islamlah kita hidup dan dengan Islamlah kita mati.
Kemudian
didalam ayat 19 dalam surat Al-Hasyr sebelumnya mengingatkan kepada umat islam,
agar kita tidak termasuk golongan yang lupa kepada Allah dalam tindak
tanduknya, dalam perilaku di kehidupannya. Karena orang yang lupa kepada Allah
SWT, menyebabkan dia lupa diri. Sedangkan orang yang lupa diri, termasuk kepada
golongan orang-orang yang fasik.
Inilah
yang merupakan masalah yang besar bagi Kaum
Muslimin di masa-masa sekarang dan yang akan datang, khususnya kaum
muslimin yang ada di Indonesia ini.
Semoga
dimasa yang akan datang, kita meninggalkan satu generasi yang lebih baik, untuk
anak-anaknya, sehingga benar-benar generasi tua dapat mempertanggung jawabkan
segala amal perbuatannya di hadapan
Allah SWT.
Baarkallahu lii walakum bil Qur’anil
‘adzim wa nafa’anii wa iyyakum bil ayaati wa dzikril hakim. Wa taqabbala minni
waminkum tilawatahu innahu huwas sami’ul ‘alimm. Wa kul rabbighfir warham wa
anta khairur rohiminn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar