Selasa, 03 Juli 2012

SHOLAT JUM'AT

Contoh Khotbah Shalat Jum'at


Alhamdullillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastaghfiruhu, wa na’udzu billahi min syuruuri anfusinaa wa min sayyiati a’malinaa. Man yahdillahu fahuwal muhtadi wa man yudlil falan tajidalahu waliyyan mursyidan. Asyhadu alaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadar Rosullullah.
Jemaah sidang Jum’at rohimakumullah,
Allah SWT berfirman sebagai berikut:
“Wahai umat yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnyaunutk hari esok (Akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang sedang kamu kerjakan.
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (Al-Hasyr: 18-19)
Firman Allah dalam surat Al-Hasyr, ayat 18 dan 19 di atas menjelaskan bahwa Allah SWT, memerintahkan kepada umat Islam, agar mempersiapkan diri untuk hari esok.
Seluruh ulama tafsir, menafsirkan “Hari Esok” yang dimaksud disini ialah “Hari Akhirat”. Kehidupan dunia yang bersifat fana (sementara) ini adalah merupakan sarana untuk mempersiapkan “Hari Akhirat”. Di akhirat adalah tempat yang kekal dan abadi, oleh karena itu umat manusia pada hari Akhirat tidak daya lagi untuk berbuat sesuatu yang dapat menyelamatkan dirinya.
Rosullullah Saw bersabda: “Apabila anak cucu Nabi Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali ada tiga, yaitu: Shadaqah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh yang selalu mendo’akan orang tuanya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’l,dan Ahmad Bin Hambal).
Kalau anak manusia ini meninggal dunia, ia tidak bisa lagi beramal sudah terputus amal kegiatannya. Namun ada tiga hal yang tidak terputus, walaupun dia sudah meninggal dunia, diberikan pahalanya  oleh Allah SWT. Kepada orang yang sudah meninggal itu.
1.     Shadaqah jariyah.
Dia mengorbankan hartanya, yang diberikan Allah sebagai rezeki, yang juga sebagai ujian baginya dalam pengendalian harta, dan penggunaannya harus disesuaikan dengan tuntunan dan pemberi harta, yaitu Allah SWT.

Orang tersebut bukan saja berhasil membuat suatu amal yang senantiasa mengalir dan berkembang terus, tetapi diapun dianggap orang yang berhasil mengendalikan hawa nafsunya, sehubungan dengan pengendalian harta yang merupakan ujain tersebut.

Satu hal yang kadang sulit bagi kita yakni merelakan apa yang kita berikan kepada orang lain. Padahal dengan tegas Allah berjanji akan memberikan rezeki kepada hamba-Nya, dengan member balasan atas amal yang dikerjakan. Barang siapa yang menshadaqahkan hartanya dengan diliputi rasa kekhawatiran akan menjadi fakir, maka seolah-olah ia tidak membenarkan janji Allah dan Rasul-Nya.

Allah SWT berfirman: “Katakanlah sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ : 39).

2.     Ilmu yang bermanfaat
Sewaktu ia masih hidup, selalu mengajarkan ilmu sehingga dapat dipergunakan oleh orang lain, dan dapat memberikan manfaat terhadap agama, bangsa, dan Negara.

Memang soal ilmu ini, disamping mendapat pahala bagi mereka yang mengajarkannya, tetapi juga warisan terus-menerus, semakin diajarkan kepada masyarakat lingkungannya, akan semakin bertambah hikmah dan manfaatnya bagi mereka yang mengajarkannya.

Tetapi masalah ilmu ini berbeda dengan harta, kalau harta dibelanjakan maka harta itu terlihat berkurang dan bahkan akan berkurang. Oleh karena itu Rosulullah sangat memesankan, bahwa kalau seseorang ingin juga memberikan warisan kepada anak-anaknya, maka warisan ilmu itulah yang sangat baik. Pemilikan harta dan pembagian harta warisan bisa terjadi perkelahian, bahkan mungkin pembunuhan.

3.     Anak shaleh yang selalu mendo’akan kedua orang tuanya
Untuk mendapat anak yang shaleh bukanlah perbuatan yang mudah. Karena anak tersebut harus melalui proses pendidikan dalam pengertian yang umum, pengisian iman dan tauhid dalam arti yang khusus. Namun bukan pula perbuatan yang mustahil untuk dilakukan.

Mendidik anak agar menjadi anak yang shaleh salah satunya caranya dengan mendekatkan anak dengan Al-Qur’an sejak dini. Gempuran acara-acara televisi jauh lebih besar. Sehingga diperlukan variasi dari orang tua untuk mensosialisasikan Al-Qur’an secara komprehensif. Membiasakan tilawah Al-Qur’an pada anak, membuat forum kecil dalam keluarga untuk membahas kajian seputar Al-Qur’an secara rutin musalnya seminggu sekali. Dan masih banyak hal lainnya yang bisa dilakukan agar frekuensi anak dengan Al-Qur’an tidak terputus.

Hal lainnya yang bisa dilakukan dalam usaha mendidik anak agar shaleh antara lain mulai membiasakan anak sejak dini dalam mengawali kegiatan rutinitas seperti makan, masuk WC, mau tidur, setelah tidur, mau belajar dan aktifitas lainnya hendaklah senantiasa diawali dengan do’a. sehingga lambat laun anak akan terbiasa dengan hal tersebut. Pada hakikatnya melalui pembiasaan-pembiasaan yang baik sejak dini inilah akan berdampak besar pada pembentukan akhlak terpuji bagi anak-anak.


Jemaah sidang Jum’at rohimakumullah,
Kalau diperhatikan hadist Rosulullah SAW, ini tampaknya ada satu hikmah yang bisa di ambil di dalamnya, dan kalau sudah mendapatkan hikmahnya, Insya Allah kita akan memperoleh amal yang terus-menerus diterima, walaupun sudah meninggal dunia, yaitu apa yang dikenal dengan amal jariyah dalam bentuk “Lembaga Pendidikan”. Apalagi kalau lembaga Pendidikan tersebut bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu umum (duniawi), tapi diutamakan ilmu-ilmu yang dapat membawa kepada keselamatan di akhirat kelak.

Jemaah sidang Jum’at rohimakumullah,
Ada satu hadit lagi yang disabdakan oleh Rosullullah SAW, yaitu:
“Setiap anak lahir dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anaknya yahudi atau nasrani, atau majusi.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Malik dan Ahmad Bin Hambal).
Di dalam hadist ini disebut tentang pembentukan pribadi seseorang dari pihak Bapak dan Ibunya. Apakah anaknya tetap suci sebagai seorang muslim, atau menjadi yahudi, nasrani atau majusi.
Dengan dua khadist dalam khotbah jum’at hari ini, marilah seluruh umat Islam mempersiapkan diri untuk hari esok, dan hari esok bagi generasi muda setelah generasi tua.
Marilah para ulama dan pemimpin Islam memberikan dasar pendidikan agama kepada generasi muda begitu pula pendidikan umum, unutk melestarikan Islam di Tanah Air ini. Dengan islamlah kita hidup dan dengan Islamlah kita mati.
Kemudian didalam ayat 19 dalam surat Al-Hasyr sebelumnya mengingatkan kepada umat islam, agar kita tidak termasuk golongan yang lupa kepada Allah dalam tindak tanduknya, dalam perilaku di kehidupannya. Karena orang yang lupa kepada Allah SWT, menyebabkan dia lupa diri. Sedangkan orang yang lupa diri, termasuk kepada golongan orang-orang yang fasik.
Inilah yang merupakan masalah yang besar bagi Kaum Muslimin di masa-masa sekarang dan yang akan datang, khususnya kaum muslimin yang ada di Indonesia ini.
Semoga dimasa yang akan datang, kita meninggalkan satu generasi yang lebih baik, untuk anak-anaknya, sehingga benar-benar generasi tua dapat mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya  di hadapan Allah SWT.
Baarkallahu lii walakum bil Qur’anil ‘adzim wa nafa’anii wa iyyakum bil ayaati wa dzikril hakim. Wa taqabbala minni waminkum tilawatahu innahu huwas sami’ul ‘alimm. Wa kul rabbighfir warham wa anta khairur rohiminn.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar